Bertepatan dengan puasa Arafah 9 Dzulhijjah 1430 H, Dompet Sosial Madani (DSM) Bali kehilangan satu pemuda andalan yang berkomitmen tinggi terhadap amanahnya. Saat puasa Arafah Allah SWT menginginkan ia untuk kembali ke hadapan Rabbnya...
Pagi itu ia datang ke kantor DSM yang di Denpasar (seakan-akan ingin mengucapkan selamat tinggal pada kami), mengambil uang untuk membayar hewan qurban. Bersama seorang teman naik motor dari Singaraja. Bercengkerama cukup lama dengan teman-teman yang lain, membahas idul qurban esok harinya. Siang kembali ke Singaraja, Allah sebaik-baik pengatur, di tengah perjalanan ia gemetar karena kedinginan. Ia meminta temannya untuk ganti menggonceng.
Belum lama si teman mengendarai motor, ban belakang terasa goyang, ternyata ban bocor. Motor oleng, jatuh bersama penumpangnya, sang pemuda andalan tersambar truk!
Belum lama si teman mengendarai motor, ban belakang terasa goyang, ternyata ban bocor. Motor oleng, jatuh bersama penumpangnya, sang pemuda andalan tersambar truk!
Sang ibu pukul 16.00 mendapat kabar bahwa putranya ada di rumah sakit karena kecelakaan. Keluarga, handai tolan, tetangga segera menuju rumah sakit. Saat kritis ia alami, masih sempat bercengkerama rintih dengan sang istri. Meminta maaf pada semuanya. Menyampaikan rasa sakit yang teramat sangat di bagian pinggang. (terjadi luka dalam di bagian kepala, pendarahan daerah perut). Meminta disuntik saja untuk mengurangi rasa sakit itu. Ia juga masih sempat mengamanatkan kepada adiknya untuk mengambil uang untuk biaya hewan qurban, yang terletak di jok motor, 58 juta. Di kantong celananya terdapat 10 juta. Allah Maha Besar! Allahu Akbar.... semua uang itu masih utuh!
Sekitar pukul 21.30 Allah memisahkan antara ruh dan jasadnya... Innaalillahi wa innaailaihi rooji’un... malam itu telah berpulang seorang hamba yang muttaqin, kembali kepada pemiliknya. Seorang pemuda yang diandalkan untuk menjalani amanah kerja DSM cabang Singaraja. Seorang ayah yang selalu dirindu anaknya untuk pulang dari kerja. Seorang anak yang santun pada dua orangtuanya. Seorang saudara yang sangat baik.
Aku memang tak begitu mengenalnya namun beberapa kali sempat bertemu jika ia ke kantor DSM di Denpasar. Semua cerita tentangnya kudengar dari sumber-sumber terpercaya. Dari saudara-saudara yang lain, dari ibundanya.
Shock melanda istri dan ibunya, “Berangkatnya sehat-sehat aja, kok tiba-tiba ada kabar begini” lirih ibunya berkisah. Leherku rasa tercekat, mata mulai memanas, sebisa mungkin kutahan air mata ini agar tak jatuh. Aku memang tak begitu mengenalnya, tapi aura kebaikan itu masih bisa kurasakan.
Rasa yang seharusnya lebih dominan muncul adalah rasa bahagia. Karena Allah mengambilnya saat menjalani tugas dakwah, dalam hari puasa Arafah, semoga Allah mencatatnya sebagai syahid..........
Bayangkan jika kita diambil Allah saat kita mengajukan “cuti dakwah”...betapa ruginya kita.... ketika saudara-saudara kita bisa tercatat sebagai syahid/ syahidah, apakah kita tidak merasa ingin untuk mengalami hal serupa.... apakah kita lupa bagaimana balasan Allah untuk orang-orang syahid?
Lupakah kita bahwa ajal mengintai setiap desah nafas ini...tak ada yang tau kapan giliran kita untuk menemui sang ajal... Tetap berada di rel dakwah adalah titik aman bagi kita yang merindukan mati syahid.
Selamat jalan Pak Samsul. Selamat menikmati hidangan buka puasa dari Allah SWT, yang mungkin belum sempat kau tunaikan ketika terbaring di rumah sakit. Semoga engkau dapat menjadi pelajaran bagi kami yang masih hidup. Semoga engkau menjadi pengobar semangat bagi kami...