Sabtu, 10 September 2011

Jangan Sakiti Aku (Lagi)!


Seorang anak berusia tak kurang dari 9 bulan tergolek lemah di ranjang rumah sakit. Kepalanya terbalut perban, di samping ranjangnya sang ibu terus meneteskan air mata meski tak ada isak namun aku tahu, tanpa isak tangisnya justru begitu dalam.

Aku mencoba mendalami hatinya, bagaimana bila aku ada di posisinya? Melihat salah satu anak kembarku tak berdaya, pasti...pasti hati ini menjadi pesakitan karena tak mampu lagi melihatnya tersenyum, tertawa ataupun berlari bermain.

Ya...anak itu menjadi  pesakitan bukan karena terjatuh ketika bermain, atau keteledoran sang ibu, namun karena orang yang harusnya menjadi teladan, memberi kasih sayang padanya telah membantingnya ketika ia tertidur layaknya perkelahian “Smakdown”. Orang itu tak lain adalah Ayahnya. Ayah yang seharusnya menjaga dan melindunginya, namun justru meluapkan semua kekesalan, kemarahan karena masalah ekonomi pada anaknya yang tak tahu menahu.

Lain lagi yang dialami seoarang anak yang sering kali disiksa, dipukuli bahkan sampai setrika yang panas pun melewati tubuhnya yang masih kecil. Perbuatan seperti itu justru dilakukan oleh wanita yang mengandungnya selama 9 bulan, yang melahirkannya dengan mempertaruhkan hidupnya, ia adalah ibunya. Sang ibu menumpahkan masalah rumah tangga yang membelitnya pada sang anak dengan menyakitinya..Masyaallah...

Masih banyak kisah-kisah tragis pada sang anak yang sering kita dengar, baik lewat Televisi atau justru kita pernah melihat dengan mata kita sendiri. Kita terlalu sering disuguhkan kedurhakaan anak pada orang tuanya, namun kita seakan lupa bahwa sebagai orang tua pun kadang bahkan sering durhaka pada anaknya.

Alasan-alasan klasik yang dituturkan orang tua untuk menghalalkan menyakiti anaknya, karena anaknya tidak mau menurut, susah diatur, dan sebagainya yang menurut saya sendiri justru ketika itulah anak-anak kita sedang berproses. Tapi banyak dari kita yang tidak sabar dengan keadaan karena kita merasa tengah dilanda masalah rumah tangga, tidak terkecuali saya.

Emosi yang sudah dipuncaknya, melihat anak-anak yang rewel, membuat diri kita semakin lemah bukan semakin kuat. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan syetan untuk melancarkan aksinya, membuat diri kita bertambah kuat untuk menyiksa anak kita...Naudzubillah...

Hal ini menjadi sebuah tradisi yang sulit dihilangkan untuk alasan menyakiti anak yang menjadi amanah kita. Banyak orang yang mencontoh “mendidik” anak-anaknya dengan cara menyakiti justru dari orang tuanya sendiri, turun temurun cara mendidik ini dilakukan tanpa diajarkan, karena anak melihat dan merasakannya langsung sehingga contoh ini merasuk ke dalam pikirannya dan tentu saja akhirnya dipraktekan lagi pada anak-anaknya.

Memang masih ada memukul anak yang diperbolehkan agama ini, namun bukan untuk menyakiti apalagi beralasan untuk mendidik tapi dengan menyakiti. Bolehnya memukul namun secara lembut dan tidak memukul wajah, hal ini tentu saja untuk mendidik tapi tidak sampai melukai atau membuat mental anak menjadi rapuh. Kebolehannya pun apabila anak tidak mengerjakan kewajibannya sebagai seorang muslim seperti shalat, bukan menghalalkan menyakiti anak untuk alasan yang lain apalagi untuk melampiaskan kekesalan kita.

Masalah ekonomi atau masalah rumah tangga rupanya menjadi penyebab utama terjadinya kekerasan pada anak, hal ini diperkuat dengan penjelasan dari Komnas Perlindungan Anak bahwa Data Komnas PA tahun 2009 menunjukkan, sebanyak 81 ibu kandung atau 15,9 persen adalah pelaku kekerasan terhadap anak, diikuti ayah kandung 73 orang atau 13,96 persen.

Bukankah ini fenomena yang memilukan? Seorang ibu dan ayah yang seharusnya melindungi dan memberikan kasih sayang, justru yang pertama kali menyakiti bahkan dengan teganya hampir membunuh sang anak. Sang ibu mungkin lupa ketika harus meregang nyawa saat hendak melahirkan sang anak atau sang ayah tidak ingat ketika dengan keringat dingin dia menunggu saat-saat anaknya lahir.

Semua itu terlupakan karena ketidakpercayaan dirinya terhadap Allah Azza Wa Jalla, bahwa Dia lah yang memberi kemudahan setelah kesulitan, bahwa Dia tidak akan memberikan suatu cobaan diluar kemampuan kita. Kemiskinan dan permasalahan rumah tangga seolah-olah  membutakan mata kita, sehingga dengan mudah kita menyakiti anak.

Sungguh, hal ini tidak akan mungkin terjadi apabila kita mempunyai tingkat pemahaman agama yang baik dan tentu saja kepercayaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang selalu terpelihara. Bagaimana mungkin kita tega dan mudah menyakiti anak kita sedangkan Allah Azza Wa Jalla sangat menyukai kelembutan, seperti yang disabdakan Rasulullah Alaihi Wasallam pada Aisyah :

Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan. Allah memberikan pada kelembutan apa yang tidak Dia berikan pada kekerasan dan apa yang tidak Dia berikan pada yang lainnya.” (HR. Muslim no. 2593)

Maka, perlunya sikap lembut terhadap anak ketika kita berbicara atau apabila diperlukan baru mengancam sesuai hal yang mereka perbuat, seperti ketika Allah mengancam kita bila kita melakukan dosa. Hindarilah bahkan jangan sampai kita memukul diluar dari yang seharusnya.

Anak lahir dalam hidup kita karena sebuah alasan, tapi yang pasti mereka hadir karena merekalah cerminan dari kehidupan kita. Semoga kita bisa lebih bersabar dan belajar untuk mendidik anak-anak kita tanpa harus menyakiti mereka, karena semua yang kita perbuat pada mereka akan dimintai pertanggung jawaban.


Ketahuilah, setiap kalian adalah penanggung jawab dan akan ditanyai tentang tanggung jawabnya. Seorang pemimpin yang memimpin manusia adalah penanggung jawab dan kelak akan ditanya tentang mereka. Seorang laki-laki adalah penanggung jawab atas keluarganya dan kelak dia akan ditanya tentang mereka. Seorang istri adalah penanggung jawab rumah tangga dan anak-anak suaminya, dan kelak akan ditanya. Seorang hamba sahaya adalah penanggung jawab harta tuannya dan kelak dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah penanggung jawab dan kelak akan ditanyai tentang tanggung jawabnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5188 dan Muslim no. 1829)




Oleh: Aulia Izzati
Aulia izzati adalah nama pena dari Rissa Aulian. Wanita yang lahir di Banjarmasin, 30 April 1986 ini telah memiliki bidadari kembar. Saat ini dia mendapatkan amanah sebagai Ketua FLP Badung (Bali) dan karyanya ada di buku antologi, "Wujudkan Mimpimu, pengamen Cinta", "Asma Nadia Isnpirasiku", "Merindukan Mati (antologi FLP Badung)", dan masih menanti beberapa buku yang segera diterbitkan. Karyanya juga bisa dibaca di blog www.bukanmuslimahbiasa.com. Dia bisa dihubungi lewat emailnya aulia.izzati@ymail.com