Senin, 06 Desember 2010

Pelatihan Menulis FLP Bali: Seribu Pena 2, The Spirit of Writing!

Wiwid, Kang Abik, Mbak Dee
Siang itu langit Bali tengah tersaput awan kelabu. Di atas Vario yang dikemudikan kencang oleh sobat saya, Ina Apriastin Arok, saya berharap-harap cemas agar hujan jangan turun dulu hingga kami tiba di tujuan. Di pangkuan saya, meringkuk si kecil Aira yang mulai terserang flu sejak semalam. Angin dingin menerpa dari segala penjuru. 10 km jarak yang harus kami tempuh dari Tuban ke pusat kota Denpasar, di tengah rintiknya hujan yang bisa menjelma badai kapan saja. Semua demi sebuah acara yang saya harapkan bisa menjadi pemompa semangat menulis saya: SERIBU PENA (SEnang RIang BertemU PEnulis terNAma) yang diadakan FLP Bali di Hotel Fave, Denpasar (28 Mei 2010).


Alhamdulillah, perjalanan berlangsung mulus. Tak ada hujan badai yang membuat basah kuyup. Kami tiba di Hotel Fave Denpasar dalam keadaan kering dan bugar. Memasuki ruangan hotel yang nyaman dan bersih plus ademnya AC, saya berdecak kagum. Salut buat teman-teman panitia atas kelihaiannya memilih tempat yang oke (Hanya, kenapa acaranya ngaret begitu lama, wahai Panitia? Dari seharusnya jam 13.00, ngaret jadi 14.30!).

Tema workshop hari itu adalah “Menulis untuk Perubahan”. Mendatangkan 2 orang pembicara: Habiburrahman El Shirazy (Penulis “Ayat-ayat Cinta”) dan Rahmadiyanti Rusdi (Sekjen FLP, Pusat, CEO Lingkar Pena Publishing House, dan Mantan Redaktur Majalah Annida). Sebelum acara, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan Mbak Dee. All about writing & FLP!

Ina, numpang narsis :-)
Acara pertama adalah paparan dari Habiburrahman El Shirazy (Kang Abik) tentang cara menulis novel berdasarkan pengalaman pribadinya. Menulis novel, menurut beliau modalnya adalah (1)niat kuat, (2)keberanian, (3)idealisme yang diperjuangkan (4)ilmu & wawasan serta penguasaan teknik yang baik. Setuju, Kang Abik! Saya paling sepakat dengan yang nomor (1). Niat yang kuat memang penting sekali. Pengalaman saya pribadi, kalau niat tidak kuat, tulisan satu paragaraf pun gak bakal jadi!

Sesi kedua diisi oleh Mbak Dee (Rahmadiyanti Rusdi). Dengan gayanya yang segar dan kocak, membuat semua yang hadir enggan untuk beranjak. Sebagai utusan dari Lingkar Pena Publishing House, beliau memaparkan hal-hal terkait dunia penerbitan. Naskah apa yang lagi nge-trend? Cara kirim naskah ke penerbit? Bahwa perempuan adalah pasar potensial industri penerbitan. Bahwa kita gak boleh cepat nyerah walaupun ditolak terus sama penerbit … Bahwa… pokoknya banyak deh!

Tak terasa sudah masuk waktu Ashar. Setelah break sholat, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan diskusi. Peserta cukup antusias, apalagi ada iming-iming doorprize dari panitia. Yang paling menggiurkan sih setumpuk buku terbitan LPPH yang dibawa Mbak Dee, sebagian di antaranya masih fresh from the oven, alias belum beredar di toko-toko buku! Sayang, saya belum beruntung mendapatkan buku-buku itu. Namun 2 orang rekan Facebookers yang ikut jadi peserta, Wie Agus dan Meita Yunita Katili, beruntung mendapatkannya. Nanti pinjem ya, Friends! (hehehe…)

Sore terus merangkak menuju petang. Tibalah di penghujung acara. Waktu 3 jam untuk sebuah workshop, memang terasa singkat sekali. Apalagi, acara semacam ini sungguh jarang di Bali. Jarang, namun sekali diadakan, menimbulkan efek yang sunggu dahsyat! Saya teringat 3 tahun yang lalu, saat acara serupa diadakan FLP Bali. Dengan pembicara yang sama. Saya sebagai peserta, datang dengan tekad mencari “pompa” semangat menulis. Tiga tahun yang lalu, pertama kali saya berjumpa langsung dengan Mbak Dee, yang langsung menantang saya untuk menulis lagi! Sehingga waktu itu saya pulang dengan semangat membara di dada: SAYA HARUS MENULIS LAGI! Hasilnya? Lahirlah sebuah cerpen yang mengantarkan saya menjadi juara Lomba Menulis Cerpen Islami (LMCPI) Majalah UMMI tahun 2008 (thanks Mbak Dee for the spirit!)

Saya (Elka) dan Mbak Dee
Di acara Seribu Pena 28 Mei 2010 kemarin, Mbak Dee tak hanya menantang saya untuk menulis lagi, tapi juga menerbitkan buku! Menerbitkan buku? Itulah impian saya sejak dulu, yang sampai kini hanya menjadi mimpi seiring pasang-surutnya semangat menulis saya. Wahai Spirit, tetaplah bertahan di dada ini! Jangan ikut pergi seiring perginya Kang Abik dan Mbak Dee dari Pulau Dewata tercinta! Trims Kang Abik dan Mbak Dee atas sharing ilmunya. Semoga menjadi amal sholeh pemberat timbangan kebaikan di akhirat kelak, amin…

Buat teman-teman FLP Bali, trims buat acara dahsyatnya. Keep in touch ya… ditunggu acara berikutnya!